Budaya Positif
Ki Hajar Dewantara menggambarkan sekolah sebagai ladang tempat persemaian bibit. Untuk memaksimalkan pertumbuhannya, petani dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara bibit tanaman, memberi pupuk dan air, membasmi ulat dan jamur yang mengganggu pertumbuhan bibit, dan hal lainnya.Karena sekolah adalah tanah tempat bercocok tanam, guru harus berusaha membuat sekolah menjadi tempat yang menyenangkan, menjaganya, dan melindunginya dari hal-hal yang tidak baik, seperti yang ditunjukkan dalam uraian tersebut. Oleh karena itu, karakter siswa berkembang dengan baik sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
Membangun budaya positif yang berpihak pada siswa dan membangun keyakinan atau visi sekolah yang menumbuhkan dan mengembangkan budaya positif adalah salah satu cara guru membantu siswa tumbuh maksimal mempunyai karakter profil pelajar Pancasila. Mari kita bahas konsep disiplin positif dan motivasi untuk mewujudkan budaya positif dalam budaya positif.
1. Konsep Disiplin Positif dan Motivasi
a. Makna Disiplin Positif
Banyak orang melihat disiplin sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan dilakukan untuk mendapatkan kepatuhan. Ini juga sering dikaitkan dengan tata tertib dan sanksi dan hukuman bagi mereka yang melanggarnya.
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa siswa harus memiliki disiplin yang kuat, baik dari dalam maupun dari luar, untuk mewujudkan siswa yang merdeka. Menurut bukunya, "Pikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470, "di mana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat." Meskipun disiplin itu bersifat "self discipline", yang berarti kita sendiri yang mewajibkan diri kita sendiri, itu sama saja, karena penguasa lain harus mendisiplinkan diri kita jika kita tidak mampu melakukannya. Dan peraturan seperti itu harus ada.
Menurut Ki Hajar, definisi "merdeka" adalah sebagai berikut: "Mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga." Artinya, merdeka berarti tidak hanya terlepas dari perintah, tetapi juga memiliki kemampuan untuk memerintah diri sendiri.
Dalam bukunya Restructuring School Discipline tahun 2001, Diane Gossen menyatakan bahwa makna asli dari istilah disiplin ini juga berkaitan dengan disiplin diri murid-murid, yang dapat membantu mereka memaksimalkan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang dihargai dan bermakna. bagaimana kita mengontrol diri dan menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai. Dengan kata lain, orang yang memiliki disiplin diri dapat bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan karena tindakan mereka didasarkan pada nilai kebajikan universal.
b. 3 Motivasi Perilaku Manusia
Dalam bukunya Restructuring School Discipline, Diane Gossen menyatakan bahwa ada tiga alasan yang mendorong perilaku manusia: untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman; untuk mendapatkan penghargaan atau imbalan dari orang lain; dan untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Salah satu dari tiga motivasi prilaku manusia yang harus ditanamkan dalam disiplin siswa adalah motivasi nomor tiga. Ini karena dengan memilikinya, mereka akan memiliki motivasi intrinsik yang bertahan lama, tidak terpengaruh oleh hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berdasarkan kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menghormati apa yang mereka hargai.
2. Keyakinan Kelas
Setiap hal yang kita lakukan di kelas dapat membantu menciptakan lingkungan yang positif. Perilaku warga kelas tersebut berkembang menjadi kebiasaan, yang menghasilkan budaya yang baik. Untuk menjadi warga sekolah yang memiliki budaya positif, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menciptakan dan menyetujui keyakinan dan prinsip dasar bersama. Ini akan membantu mereka mencapai nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama.
Mengapa ada keyakinan kelas dan tidak ada peraturan kelas? jawabannya adalah bahwa seseorang akan lebih termotivasi secara intrinsik untuk menganut keyakinannya daripada hanya mengikuti aturan yang mengatur mereka untuk berperilaku tertentu, yang menyebabkan ketidaknyamanan dan keterpaksaan. Keyakinan kelas dapat dibuat dengan cara ini.
Membangun Keyakinan di Kelas:
Keyakinan kelas harus lebih "abstrak" dan ditulis dalam bentuk pernyataan universal.
Pernyataan keyakinan kelas selalu bersifat positif.
Keyakinan kelas harus sederhana untuk diingat dan dipahami oleh semua.
Semua warga kelas harus berpartisipasi dalam kegiatan curah pendapat untuk membantu membangun keyakinan kelas. Keyakinan kelas harus diterapkan di tempat yang sesuai.
Bersedia untuk meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu, pembahasan tentang budaya positif akan dilanjutkan oleh penulis di bagian kedua, yang membahas pemenuhan kebutuhan dasar, lima posisi kontral, dan segitiga restitusi.
3. 5 Kebutuhan Dasar Manusia
Setiap tindakan manusia dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Kami berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Saat kita mendapatkan apa yang kita inginkan, kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita: cinta dan kasih sayang (love and belonging), bertahan hidup (survival), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan. Ketika seorang siswa melakukan sesuatu yang melanggar peraturan atau bertentangan dengan prinsip kebajikan, itu sebenarnya karena mereka tidak memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik,.
4. 5 POSISI KONTROL
Menurut Diane Gossen dalam bukunya yang berjudul Restitution-Restructuring School Discipline (1998), guru harus meninjau kembali penerapan disiplin yang telah dilakukan di ruang kelas. Apakah telah berhasil dalam memerdekakan dan memandirikan siswa? Jika ya, bagaimana dan mengapa? Menurut Gossen, ada lima posisi kontrol yang digunakan guru, orang tua, dan atasan dalam melakukan kontrol. Dia menemukan ini melalui berbagai penelitian dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser. Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor, dan Manajer adalah lima posisi kontrol.
3. SEGITIGA RESTITUSI
Restitusi: Sebuah Metode untuk Menanamkan Disiplin Positif pada Murid Restitusi adalah proses yang memungkinkan siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka dan kembali ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat (Gossen, 2004). Restitusi juga merupakan proses kerja sama. Ini mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah dan mengubah perspektif mereka tentang orang seperti apa yang mereka inginkan (Chelsom Gossen, 1996). Restitusi membantu siswa menjadi lebih disiplin, lebih memiliki tujuan, dan lebih mampu memperbaiki diri setelah melakukan kesalahan. Tujuannya bukanlah berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan; sebaliknya, tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai kebajikan yang mereka anggap penting. Kita telah mengetahui sebelumnya tentang teori kontrol bahwa kita pada dasarnya memiliki keinginan intrinsik. Selama restitusi, ketika siswa
Ciri-ciri restitusi membedakannya dengan program disiplin lainnya di bawah ini.
Restitusi tidak dimaksudkan untuk menebus kesalahan, tetapi untuk belajar dari kesalahan tersebut dan memperbaiki hubungan. Restitusi mendorong orang untuk melihat ke dalam diri mereka sendiri dan menemukan kebutuhan dasar yang mendorong tindakan.
Restitusi diri adalah opsi terbaik; Restitusi menguatkan
Konstitusi menekankan karakter daripada tindakan
Student yang melakukan kesalahan kembali ke kelompoknya setelah diberi izin.
Ini adalah pembahasan materi 1.4 Budaya Positif yang saya ambil dari LMS Pendidikan Guru Penggerak. Semoga kita semua dapat menerapkan Budaya Positif dalam kehidupan sehari-hari kita untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Comments
Post a Comment